HEADLINE

Editorial - Wakil

Senin, 12 September 2011

Sebutan wakil, biasanya dimaksudkan atau diposisikan sebagai orang kedua, penanggungjawab kedua, dan atau dengan maksud dan tujuan menggantikan posisi ketua atau orang nomor satu pada posisi jabatan lembaga atau organisasi tertentu. Posisi tersebut tentu bukan hanya sekadar untuk melengkapi, lebih dari itu saling mengisi dan memberi antara satu dengan lainnya. Pada kedua posisi tersebut, baik nomor satu maupun nomor dua, ada tugas pokok dan fungsi (tupoksi) masing-masing dan tanggungjawab atas pekerjaan atau tugas yang diembankan.

Posisi wakil atau orang kedua juga bukan dimaksudkan sebagai pelengkap penderita. Artinya, daripada tidak memenuhi syarat karena tidak ada wakil, lalu dipaksakan harus ada wakil. Pasalnya kejelasan dan ketegasan tupoksi orang nomor satu dan orang nomor dua tersebut telah diatur melalui ketentuan yang ada, karenanya keduanya harus bersinergi. Sekali lagi, saling melengkapi. Bukan sebaliknya saling mengintip kelemahan dan kekurangan masing-masing karena keduanya telah “dikawinkan” sebagai dwi-tunggal yang tak terpisahkan.

Kalaupun yang terlihat atau terpublikasikan orang nomor satu, itu hanya karena persoalan posisi dan bisa jadi aturan internal semata. Kesimpulannya, memang harus ada job description atau pembagian tugas agar tidak tumpang tindih kewenangan. Dan itu harus disepakati agar sejak start disemangati terasa kebersamaan juga akan ending dengan manis.

Tulisan ini juga tentu tidak dimaksudkan untuk memberikan penilaian apalagi vonis terhadap posisi orang nomor satu atau nomor dua di pemerintahan, organisasi, partai politik, perusahaan atau lembaga lainnya di daerah ini. Hanya memang ada semacam reduksi dari sejumlah opini dan contoh kasus yang sedikit banyak mengarah ke pengertian dimaksud.

Terlepas dari adanya upaya tersistematis atau tidak dari pihak-pihak yang berkepentingan, sehingga yang cenderung nampak adalah sebuah pendapat penegasan dikhotomi orang nomor satu dan orang nomor dua. Ini belum terlambat. Masih ada kesempatan dan waktu berbenah. Waktu tersisa masih jauh lebih banyak dibandingkan dengan yang telah dijalankan dengan “sendiri-sendiri” itu.

Atau memang ada semacam langkah blunder yang ditempuh pihak berkepentingan atau setidaknya orang-orang yang mengitarinya untuk mempertegas dikhotomi tersebut. Hal-hal yang kasat mata, selalu tampak pada masalah publikasi. Ini memang memegang peranan penting. Diakui atau tidak, item publikasi ini
selalu saja lekat dengan siapa sosok yang bakal diorbitkan, ditonjolkan, bahkan sebaliknya ditenggelamkan.

Berharap, dari sebuah ibroh di atas, akan ada semacam upaya nyata yang menampakkan kinerja masing-masing person sesuai jabatannya. Tidak ada lagi yang merasa super hero, lantas meninggalkan sekondannya atau wakilnya atau orang nomor dua darinya. Demi sebuah kemesraan, demi sebuah kebersamaan, belumlah terlambat untuk saling mengingatkan dan berbenah. (*)

Tidak ada komentar