HEADLINE

Editorial - Disiplin Pegawai

Rabu, 07 September 2011

Mengambil hikmah dari suatu peristiwa atau kejadian, merupakan langkah bijak yang sangat arif. Dengan demikian diharapkan dari pencermatan tersebut tidak akan gagal untuk kali kedua dan seterusnya, bisa diperbaiki serta dilengkapi kekurangan-kekurangannya jika memang harus ditutupi. Kalimat tersebut seringkali diungkapkan orang bijak yang cara berpikirnya dewasa, tak terkecuali petani, nelayan, bahkan pejabat sekalipun.

Bahkan, ada kalimat bijak yang kerap didengar, ”Seekor binatang saja tak akan pernah jatuh ke lubang yang sama untuk kedua kalinya.” Tentu saja kalimat ini tidak bermaksud mempersamakan atau mengidentikkan cara kerja maupun pola pikir seekor (maaf) binatang dengan manusia. Tapi dari kalimat tersebut secara tegas menyiratkan sangat keterlaluan jika seseorang yang pernah gagal tak bisa mengambil hikmahnya.

Kaitannya dengan pengertian dimaksud, dalam tugas-tugas rutin, apakah itu dievaluasi setiap hari, setiap minggu, setiap bulan, dan setiap tahun, tentu harus ada upaya perbaikannya agar kelemahan-kelemahan yang mencuat tertutupi. Akan lebih baik lagi jika hal itu diantisipasi sebelumnya, sebelum terlanjur salah dan menjadi sebuah kesalahan fatal, tindakan preventif tentu harus ditradisikan.

Sebut saja upaya penegakan disiplin PNS, misalnya. Upaya mentradisikan hal ini, di antaranya dengan membiasakan absensi rutin dan menggerakkan eksistensi Tim Gerakan Disiplin Nasional (GDN). Sebagian besar kesalahan yang dilakukan oknum PNS terkait dengan tindakan indisipliner. Karena itu, peran Tim GDN ini menjadi penting manakala pemahaman akan perlunya upaya penegakan disipilin ini betul-betul dijalankan.

Karena itu peran sekretaris kabupaten (sekkab) sebagai pejabat tertinggi di lingkup PNS di kabupaten, misalnya, begitu urgen. Persoalannya, apakah makna tim ini betul-betul dihayati dan perannya dijalankan atau tidak. Sebab, outputnya terbukti beberapa oknum justru ketahuan mangkir atau melakukan tindakan indisipliner lainnya ketika penanganannya telah sampai di Inspektorat atau lembaga penegak hukum kepolisian dan kejaksaan.

Sebetulnya, sebelum sampai ke Inspektorat, kepolisian dan kejakasaan, hierarki peran kelembagaan yang dilewati ada pada kepala satker masing-masing. Beberapa contoh kasus yang kini hangat di Lambar, seperti
tindakan indisipliner oknum staf di Dispora dan juga di Satpol PP. Ini semua tentu harus dilihat dari upaya preventif yang dilakukan. Dengan kata lain, semua fakta adanya tindakan indisipliner seperti itu hanya sebagai akibat, dimana semua dulunya dimungkinkan lembaga internal penegak disiplin dan pengawasan kinerja ini berjalan sebagaimana mestinya.()

Tidak ada komentar