HEADLINE

Editorial - Bukti

Kamis, 08 September 2011

Kata “bukti” ternyata tidak selamanya berupa materi atau sebentuk benda yang acap digunakan sebagai pertanda atau upaya penguatan argumentasi untuk meyakinkan dan kesetiaan. Lebih dari itu, kata tersebut juga cukup ampuh untuk meluluskan suatu maksud dan atau takaran kinerja atas suatu jabatan yang dipercayakan.

Akan tetapi, apakah semua itu dapat dibuktikan dan yang  bersangkutan juga bisa dan mampu membuktikannya? Meski sulit, tapi semua pihak yang terkait pembuktian tersebut akan berusaha semaksimal mungkin untuk membuktikannya.

Pejabat yang berkeinginan membuktikan dirinya percaya dan berharap agar seseorang bawahannya berbuat lebih banyak dan berprestasi, dibuktikannya dengan mengangkat bersangkutan untuk suatu posisi dan masa jabatan tertentu.

Apakah itu namanya definitif atau sementara—dan atau sebutan lain. Pada waktu yang sama, bagi seorang pejabat yang diberikan mandat membuktikan kemampuannya, akan berusaha semaksimal mungkin membuktikannya.

Bukan hanya agar atasannya percaya bahwa dia mampu, lebih dari itu sebagai wujud penerapan kemampuan dirinya untuk kepuasan kerja dan batin, dan agar orang atau pejabat lain juga tak memandangnya sebelah mata. Tapi yang jelas, bukti memang harus di-blow up untuk tak sekadar upaya meyakinkan.

Ambil contoh kecil soal pengangkatan pelaksana tugas (Plt) beberapa kepala satker di Pemkab Lambar dan jajaran. Setelah pejabat lama memasuki masa purnabakti atau karena  sebab lain, tentu yang dipercayakan menjabat telah terlebih dahulu dipertimbangkan kemampuan, kecakapan, dan loyalitasnya.

Sebab, selain penetapan nama pejabat dimaksud, diyakini sebetulnya cukup banyak stok calon pejabat yang memenuhi persyaratan untuk pos itu. Tapi persoalannya tak cukup hanya dengan persyaratan, ada variabel penentu lain yang ternyata lebih dominan.

Singkatnya, sang user ternyata memilih pejabat saat ini tentu setelah melalui berbagai pertimbangan. Tapi yang lebih penting, penempatan pejabat dimaksud dinilai banyak pihak sebagai langkah aman yang ditempuh agar tak terjadi konflik kepentingan dan menjaga kelancaran roda pemerintahan.

Tentu saja pada saat yang sama, sang user memberikan peluang sekaligus penilaian terhadap yang bersangkutan untuk naik kelas—didefinitifkan atau akhirnya lebih memilih calon lain. Artinya, jika pada masa singkat selama menjabat Plt, pejabat bersangkutan dituntut memenuhi selera atasannya dalam hal ini tak pernah membuat kesalahan dan juga dan dapat menunjukkan prestasinya.

Lantas bagaimana dengan kans pejabat lain yang juga telah memenuhi persyaratan untuk jabatan tersebut? Jawabannya tergantung selera sang user. Tapi itu bukanlah harga mati. Tapi yang lebih penting pejabat tersebut harus mampu menunjukkan kinerja, loyalitas, dan dedikasi serta prestasinya. (*)

Tidak ada komentar