HEADLINE

Tajuk - 08 Agustus 2011

Kasus penangkapan salah seorang oknum pejabat di Lampung Barat karena diduga menerima suap, tak pelak menyita perhatian sebagian warga kabupaten setempat. Pasalnya, hal seperti ini jarang sekali terjadi, bahkan baru kali ini terjadi. Tentu saja banyak yang menduga-duga apa gerangan sebenarnya penyabab hal itu. Berbagai spekulasipun menduga dari A sampai Z. Tapi belakangan, aneka penafsiran tersebut mulai mengerucut menjadi sebuah opini bernama suap.

Sebab, indikasi awal yang bersankutan diduga menerima suap dari seorang calon tenaga honorer di kantor tersebut sebesar Rp25 juta, polisi yang telah lama mencium gelagat tak beres ihwal rekrutmen tenaga honorer di kantor itu terus mencari bukti dan saksi penguatan argumentasi penangkapan tersebut.

Singkat cerita, hingga pada hari Jumat (5/8), polisi akhirnya menemukan dua poin dimaksud, saksi (korban) dan bukti berupa uang. Lengkap sudah yang dimaui polisi, dan oknum pejabat dimaksud akhirnya diminta mempertanggungjawabkan apa yang telah diperbuatnya.

Terlepas apa yang dilakukan dan siapa pelakunya, soal penerimaan atau rekrutmen honorer memang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48/2005, dimana djelaskan tidak diperbolehkan lagi menerima. Alhasil, bagi lembaga atau kantor dinas instansi mana yang menerima, masuk dalam ketegori pelangaran PP dimaksud.

Sebetulnya, bukan hanya kasus suap yang terungkap hari itu saja yang menarik dikritisi, namun demikian yang perlu dicermati ada kemungkinan item cerita yang sama dan mungkin juga akan diungkit. Misalnya masih ada penerimaan tenaga honorer di dinas instansi lain yang konon kabarnya ada peran pejabat (baik pejabat pemerintah maupun anggota dewan) juga. (*)

Tidak ada komentar